Rabu, 21 Maret 2012

Pendekatan Konstruktivisme


1.      Tinjauan Pendekatan Konstruktivis
Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak bisa begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajarkan cara-cara yang membuat informasi yang berarti dan relevan kepada siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide sendiri, dan dengan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa cara yang mengarah pada pemahaman yang lebih tinggi, namun siswa sendiri harus menggunakan cara tersebut.
Konstruktivisme lebih mengarah kepada teori belajar. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, konstruktivisme sering digunakan sebagai pendekatan. Haylock & Thangata. (2007: 35) Ide sentral dari konstruktivisme adalah bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana peserta didik membangun ide-ide baru atau konsep berdasarkan pengetahuan mereka saat ini dan sebelumnya. Pengetahuan tidak menunggu untuk diberikan, tetapi dibangun. Konstruktivisme adalah teori tentang belajar dan karena itu memiliki relevansi dengan lingkungan pembelajaran matematika yang efektif. Salah satu prinsip utama dari teori ini adalah bahwa peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri melalui tindakan dan berpikir reflektif. Peserta didik membawa pengetahuan yang sudah ada dan keyakinan terhadap lingkungan belajar dan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang mempengaruhi perkembangan pemahaman konseptual.
Pandangan ini memiliki implikasi besar untuk mengajar, karena menunjukkan peran yang jauh lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran, karena penekanan pada siswa sebagai pembelajar aktif. Slavin (2006: 243) mengatakan bahwa strategi konstruktivis sering disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Haylock & Thangata. (2007: 36) bahwa konstruktivisme memfokuskan perhatian pada cara peserta didik belajar bukan pada pengajaran guru.
Meskipun ada perbedaan konseptual dalam pandangan konstruktivis saat ini, konstruktivis umumnya memuat beberapa hal sebagai berikut (Noddings. 1990: 10):
a.       Semua pengetahuan adalah dari hasil konstruk (yang dibangun). Pengetahuan matematika dibangun, setidaknya melalui proses abstraksi reflektif.
b.      Ada struktur kognitif yang diaktifkan dalam proses konstruksi. Struktur menghitung untuk mengkonstruksi yaitu mereka menjelaskan hasil dari aktivitas kognitif seperti cara sebuah program komputer untuk output dari komputer.
c.       Struktur kognitif dalam pengembangan terus-menerus.
d.      Pengakuan konstruktivisme sebagai posisi kognitif mengarah pada penerapan konstruktivisme metodologis.
Carpenter dan Lehrer (2009: 24), mengadopsi model konstruktivis, mengidentifikasi lima bentuk kegiatan mental yang mempromosikan pemahaman matematika. Peran guru adalah untuk memastikan bahwa peserta didik terlibat dalam jenis-jenis aktivitas mental:
a.       Membangun hubungan;
b.      Memperluas dan menerapkan pengetahuan matematika;
c.       Mencerminkan tentang pengalaman;
d.      Mengartikulasikan apa yang diketahui;
e.       Membuat satu pengetahuan matematika sendiri.
Lesh dalam Cowan (2006: 26) menyoroti pandangan konstruktivis pembelajaran sebagai:
a.       Kerangka kerja konseptual yang dibangun;
b.      Pertumbuhan konseptual bukan hanya incremental, tetapi melibatkan diskontinuitas dan penyimpangan;
c.       Berbagai model konseptual mungkin cocok untuk berbagai acara tertentu;
d.      Kerangka kerja konseptual diperhalus demikian anak berkembang, dari yang dasar ke abstrak, dari intuitif  ke yang formal, dan dari eksternal ke internal.
Confrey (1990: 111-112) menjelaskan bahwa selain kualitas komitmen yang diperlukan dari konstruk, suatu powerful construction merupakan hal penting yang diperhatikan. powerful construction ditandai dengan adanya:
a.       Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal;
b.      Suatu keterpaduan antara bermacam-macam konsep;
c.       Suatu kekonvergenan di antara aneka bentuk dan konteks;
d.      Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan;
e.       Sebuah kesinambungan sejarah;
f.       Terikat kepada bermacam-macam sistem simbol;
g.      Suatu yang cocok dengan pendapat ahli;
h.      Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut;
i.        Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya;
j.        Kemampuan untuk membenarkan dan mempertahankan.
Semua ciri powerful di atas dapat digunakan secara efektif dalam proses belajar mengajar dikelas. Menurut Confrey (1990), siswa yang belajar matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria evaluasi mereka dari yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya. Oleh karena itu pandangan siswa tentang "kebenaran" ketika siswa belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat menjadi tidak lengkap.Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah menjustifikasi berfikirnya siswa.




2.      Contoh Pembelajaran Pendekatan Konstruktivis
a.       Pada tahap awal  guru memberikan permasalahan dalam kehidupan nyata


Ahmad memiliki 14 kelereng,
9 kelereng diberikan pada adiknya.
Berapakah Jumlah kelereng yang dimiliki Ahmad sekarang?
 
 




b.      Guru bertanya pada peserta didik, berapa kelereng yang dimiliki Ahmad pada awalnya? 12
Guru menggambar di papan tulis, 14 buah kelereng seperti pada gambar dibawah ini dengan menekankan bahwa 14 bernilai 1 puluhan dan 4 satuan atau 14 = 10 + 4












14 = 10 + 4
 





 




c.       Guru meminta peserta didik bekerja dalam kelompok menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 14 kelereng yang dimiliki Ahmad. Guru bertanya pada peserta didik berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ahmad sekarang? Biarkan peserta didik bekerja sendiri-sendiri atau bekerja pada kelompoknya untuk menjawab soal tersebut.
Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswa  seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini. Pada waktu diskusi sebaiknya guru menjelaskan alternatif  jawaban yang kedua kepada beberapa kelompok siswa.
Alternatif jawaban 1








Alternatif jawaban 1



d.      Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik atau kelompok untuk melaporkan cara mereka mendapatkan jawaban. Dan diskusikan mana yang lebih mudah di pahami dari dua alternative jawaban tersebut
e.       Guru memberikan soal tambahan seperti 15 – 8 dan 12 – 7. Peserta didik boleh menggunakan benda-benda kongkret untuk menyelesaikannya. Bagi peserta didik yang masih menggunakan alternative pertama disarankan untuk mencoba alternative kedua dalam proses menyelesaikan kedua permasalahan di atas.
Guru memberikan soal tambahan seperti 13 – 5 dan 14 – 8. Bagi peserta didik atau kelompok yang sudah dapat menyelesaikan tanpa menggunakan benda kongkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada dibuku teks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar