1.
Tinjauan Pendekatan Konstruktivis
Salah satu prinsip paling penting dari
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak bisa begitu saja memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.
Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajarkan cara-cara yang membuat
informasi yang berarti dan relevan kepada siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide sendiri, dan dengan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan
siswa cara yang mengarah pada
pemahaman yang lebih tinggi, namun siswa sendiri harus menggunakan cara
tersebut.
Konstruktivisme lebih mengarah kepada teori belajar. Dalam kaitannya
dengan pembelajaran matematika, konstruktivisme sering digunakan sebagai
pendekatan. Haylock & Thangata. (2007: 35) Ide sentral
dari konstruktivisme adalah bahwa belajar adalah
sebuah proses aktif
di mana peserta
didik membangun ide-ide baru atau konsep
berdasarkan pengetahuan mereka saat ini dan
sebelumnya. Pengetahuan tidak menunggu untuk diberikan, tetapi dibangun. Konstruktivisme adalah teori tentang
belajar dan karena
itu memiliki relevansi dengan
lingkungan pembelajaran matematika yang
efektif. Salah satu prinsip
utama dari teori
ini adalah bahwa peserta didik membangun pengetahuan mereka
sendiri melalui tindakan dan
berpikir reflektif. Peserta didik membawa pengetahuan yang sudah ada dan keyakinan terhadap
lingkungan belajar dan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang mempengaruhi perkembangan pemahaman konseptual.
Pandangan ini memiliki implikasi besar untuk mengajar, karena menunjukkan peran yang jauh lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran, karena
penekanan pada siswa
sebagai pembelajar aktif. Slavin (2006:
243) mengatakan bahwa strategi
konstruktivis sering disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ini sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Haylock & Thangata. (2007: 36) bahwa konstruktivisme
memfokuskan perhatian pada cara peserta didik belajar bukan pada
pengajaran guru.
Meskipun ada perbedaan konseptual dalam pandangan
konstruktivis saat ini, konstruktivis umumnya memuat beberapa hal sebagai
berikut (Noddings. 1990: 10):
a.
Semua pengetahuan adalah dari hasil konstruk (yang dibangun). Pengetahuan matematika dibangun, setidaknya melalui proses
abstraksi reflektif.
b.
Ada struktur
kognitif yang diaktifkan dalam proses konstruksi. Struktur
menghitung untuk mengkonstruksi yaitu mereka menjelaskan hasil dari
aktivitas kognitif seperti cara
sebuah program komputer untuk output dari komputer.
c.
Struktur kognitif dalam pengembangan
terus-menerus.
d.
Pengakuan
konstruktivisme sebagai posisi kognitif mengarah pada penerapan konstruktivisme
metodologis.
Carpenter dan Lehrer (2009: 24), mengadopsi model konstruktivis,
mengidentifikasi lima bentuk kegiatan mental yang
mempromosikan pemahaman matematika. Peran guru
adalah untuk memastikan bahwa peserta
didik terlibat dalam jenis-jenis aktivitas mental:
a.
Membangun hubungan;
b.
Memperluas
dan menerapkan pengetahuan
matematika;
c.
Mencerminkan
tentang pengalaman;
d.
Mengartikulasikan
apa yang diketahui;
e. Membuat
satu pengetahuan matematika
sendiri.
Lesh dalam Cowan (2006: 26) menyoroti
pandangan konstruktivis pembelajaran sebagai:
a.
Kerangka kerja
konseptual yang dibangun;
b.
Pertumbuhan
konseptual bukan hanya incremental, tetapi melibatkan
diskontinuitas dan penyimpangan;
c.
Berbagai model konseptual mungkin
cocok untuk berbagai acara tertentu;
d.
Kerangka kerja
konseptual diperhalus demikian anak berkembang, dari
yang dasar ke abstrak,
dari intuitif ke yang formal,
dan dari eksternal
ke internal.
Confrey (1990: 111-112) menjelaskan bahwa selain kualitas
komitmen yang diperlukan dari konstruk, suatu powerful construction merupakan hal penting yang diperhatikan. powerful construction ditandai dengan
adanya:
a. Sebuah struktur dengan
ukuran kekonsistenan internal;
b. Suatu keterpaduan antara
bermacam-macam konsep;
c. Suatu kekonvergenan di
antara aneka bentuk dan konteks;
d. Kemampuan untuk merefleksi
dan menjelaskan;
e. Sebuah kesinambungan
sejarah;
f. Terikat kepada
bermacam-macam sistem simbol;
g. Suatu yang cocok dengan
pendapat ahli;
h. Suatu yang potensial untuk
bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut;
i.
Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya;
j.
Kemampuan untuk membenarkan dan mempertahankan.
Semua ciri powerful di atas dapat
digunakan secara efektif dalam proses belajar mengajar dikelas. Menurut Confrey (1990),
siswa yang belajar matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria
evaluasi mereka dari yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya. Oleh
karena itu pandangan siswa tentang "kebenaran" ketika siswa belajar
matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat menjadi tidak
lengkap.Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah
menjustifikasi berfikirnya siswa.
2.
Contoh Pembelajaran Pendekatan Konstruktivis
a.
Pada
tahap awal guru memberikan permasalahan
dalam kehidupan nyata
|
b.
Guru
bertanya pada peserta didik, berapa kelereng yang dimiliki Ahmad pada awalnya?
12
Guru menggambar di papan tulis, 14 buah kelereng seperti
pada gambar dibawah ini dengan menekankan bahwa 14 bernilai 1 puluhan dan 4
satuan atau 14 = 10 + 4
|
|||||
c.
Guru
meminta peserta didik bekerja dalam kelompok menggunakan benda-benda konkret
yang dimilikinya untuk menggambarkan 14 kelereng yang dimiliki Ahmad. Guru
bertanya pada peserta didik berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya
dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ahmad sekarang? Biarkan peserta didik
bekerja sendiri-sendiri atau bekerja pada kelompoknya untuk menjawab soal
tersebut.
Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok
siswa seperti yang terlihat pada gambar
dibawah ini. Pada waktu diskusi sebaiknya guru menjelaskan alternatif jawaban yang kedua kepada beberapa kelompok
siswa.
Alternatif
jawaban 1
Alternatif
jawaban 1
d.
Guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik atau kelompok untuk melaporkan cara mereka
mendapatkan jawaban. Dan diskusikan mana yang lebih mudah di pahami dari dua
alternative jawaban tersebut
e.
Guru memberikan
soal tambahan seperti 15 – 8 dan 12 – 7. Peserta didik boleh menggunakan
benda-benda kongkret untuk menyelesaikannya. Bagi peserta didik yang masih
menggunakan alternative pertama disarankan untuk mencoba alternative kedua
dalam proses menyelesaikan kedua permasalahan di atas.
Guru memberikan soal tambahan seperti 13 – 5 dan
14 – 8. Bagi peserta didik atau kelompok yang sudah dapat menyelesaikan tanpa
menggunakan benda kongkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada dibuku teks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar